Advokat & Aktivis Tuntut Audit Total Proyek PIK-2: Bongkar Korupsi Pagar Laut, Kembalikan Hak Rakyat!
Sejumlah advokat, tokoh nasional, dan aktivis lintas pergerakan menyerukan pengungkapan secara menyeluruh dugaan korupsi serta perampasan tanah dalam proyek reklamasi dan pembangunan PIK-2 di pesisir utara Tangerang dan Serang.
Pernyataan bersama ini disampaikan di Serang, Rabu (16/10/2025), dan menegaskan bahwa pencabutan PIK-2 dari daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto tidak berarti masalah hukum proyek tersebut selesai.
“Kasus pagar laut ini melibatkan banyak pihak, baik swasta, pejabat, maupun aparat di berbagai tingkatan. Pengungkapan hukum tidak boleh berhenti hanya pada Kades Kohod Arsin dan kawan-kawan,” ujar Ahmad Khozinudin, S.H., Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat, Kamis (16/10/2025).
Dokumen pernyataan itu menyoroti keterlibatan Badan Pertanahan Nasional (BPN), Pemerintah Daerah Tangerang, dan perusahaan Agung Sedayu Group (ASG) melalui PT Intan Agung Makmur (IAM) serta PT Cahaya Inti Sentosa (CIS) dalam penerbitan SHGB di atas laut. Praktik ini dianggap menyalahi hukum dan merampas wilayah negara.
Selain itu, beberapa individu yang disebut sebagai orang dekat pemilik ASG, seperti Mandor Memed, Eng Cun alias Gojali, dan Ali Hanafiah Lijaya, diduga berperan dalam pembangunan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer. Hingga kini, belum ada kejelasan hukum mengenai tanggung jawab pihak-pihak tersebut.
Para penandatangan juga mempertanyakan klaim Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, yang menyebut Kades Kohod Arsin sebagai pelaku pemagaran laut dan akan membayar denda Rp48 miliar. Pernyataan ini dianggap tidak logis karena Arsin hanya seorang kepala desa, tidak mungkin mengatur proyek pemagaran laut lintas kabupaten.
Menurut mereka, proyek PIK-2 telah merampas kedaulatan negara dan hak rakyat, mencakup 300 hektare wilayah laut, 1.500 hektare kawasan hutan lindung, serta fasilitas umum seperti sungai, jalan, jembatan, dan tanah negara eks sitaan BLBI. Sejumlah warga, termasuk Charlie Chandra dan H. Fuad Efendi Zarkasi, disebut menjadi korban perampasan tanah.
Oleh karena itu, mereka menuntut pemerintah melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan audit menyeluruh serta menindak semua pihak yang terlibat dalam perampasan tanah dan penerbitan sertifikat ilegal di atas laut.
“Negara harus hadir untuk memulihkan kedaulatan, mengembalikan tanah negara, dan menegakkan hak rakyat,” tegas para advokat dan aktivis.
Beberapa tokoh yang menandatangani pernyataan ini antara lain:
-
Ahmad Khozinudin, S.H. – Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat
-
Muhammad Sa’id Didu – Pengamat Kebijakan Publik
-
Mayjen TNI (Purn) Soenarko – Purnawirawan TNI
-
Gufroni, S.H., M.H. – Advokat LBH AP PP Muhammadiyah
-
Muhammad Syamsir Jalil, S.H., M.H. – Advokat HAM
-
Holid Miqdar – Front Petani dan Nelayan Nasional
-
Fajar Gora, S.H., M.H. – Kuasa Hukum Charlie Chandra
-
Muhammad Rizki Ramadhan – Aktivis Mahasiswa Banten
Mereka menegaskan akan terus mengawal kasus ini hingga seluruh pelaku—baik individu, pejabat, maupun korporasi—dapat dimintai pertanggungjawaban hukum secara tuntas.