Mode Gelap
Artikel teks besar

Gegara Polemik Ijazah Jokowi-Gibran, Advokat Gugat UU KIP: Ijazah Pejabat Harus Bisa Diakses Publik


Seorang advokat bernama Komardin resmi mengajukan uji materiil terhadap beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Gugatan ini diajukan karena ia menilai sejumlah pasal dalam UU KIP membuat status ijazah pejabat publik menjadi multitafsir dan membingungkan.

Dalam permohonannya, Komardin menggugat Pasal 17 huruf g, Pasal 17 huruf h angka 5, serta Pasal 18 ayat (2) huruf a UU KIP. Menurutnya, pasal-pasal tersebut menimbulkan perdebatan apakah ijazah termasuk dokumen rahasia atau terbuka untuk publik.

“Pasal-pasal itu membuat tafsir ganda. Ada yang bilang ijazah bersifat rahasia, ada yang bilang tidak. Akibatnya, muncul kegaduhan di masyarakat,” ujar Komardin seperti dikutip dari laman resmi MK, Senin (13/10/2025).

Lebih lanjut, ia menilai bahwa Pasal 18 ayat (2) huruf a justru memperkuat anggapan bahwa ijazah bersifat rahasia, karena hanya dapat dibuka jika pemiliknya memberikan izin tertulis. Menurutnya, pertentangan norma ini berpotensi mengganggu ketertiban umum dan mencederai sistem pendidikan nasional.


Kasus Ijazah Jokowi Jadi Contoh

Komardin mencontohkan polemik yang pernah terjadi terkait ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Ia menyebut, meskipun Jokowi disebut sebagai lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM), pihak universitas tidak mau memberikan klarifikasi disertai bukti, yang justru membuat isu tersebut semakin liar.

“Kerugian saya adalah munculnya kegaduhan di mana-mana. Banyak demo, debat publik, bahkan dunia usaha ikut terdampak,” kata Komardin menjelaskan kerugian konstitusional yang ia alami.

Atas dasar itu, Komardin juga telah menggugat UGM melalui Pengadilan Negeri Sleman dengan tuduhan Perbuatan Melawan Hukum, lantaran menolak memunculkan dokumen yang diminta.
Ia juga sempat berupaya melakukan mediasi di pengadilan, namun pihak universitas tetap tidak bersedia membuka dokumen tersebut.


Minta Ijazah Pejabat Tak Lagi Dikecualikan

Dalam permohonannya ke MK, Komardin meminta agar Mahkamah menyatakan ijazah dan skripsi pejabat publik bukan termasuk dokumen yang dikecualikan dari keterbukaan informasi.

Ia menegaskan, dokumen seperti ijazah, skripsi, atau surat keterangan akademik milik pejabat publik, ASN, maupun pegawai BUMN — baik yang masih aktif maupun sudah pensiun — harus bisa diakses publik, terutama jika ada dugaan pemalsuan.

“Bagi pejabat publik atau ASN, dokumen itu seharusnya bisa diminta publik untuk diperiksa keabsahannya, baik melalui instansi berwenang maupun pengadilan,” tegasnya.


Catatan dari Hakim Konstitusi

Menanggapi permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur memberi catatan agar Pemohon lebih berhati-hati dalam menulis kalimat dan dasar hukum. Ia menyarankan agar Komardin menyesuaikan naskah permohonannya dengan format dan yurisprudensi putusan MK sebelumnya, agar lebih jelas dan kuat secara hukum.

“Dasar hukum permohonan masih perlu diperbaiki dengan mencontoh putusan MK yang sudah ada,” ujar Ridwan.

Sementara itu, Hakim Konstitusi Arsul Sani juga memberikan saran agar Pemohon mempelajari Peraturan MK Nomor 7 Tahun 2025 tentang Tata Beracara dalam Pengujian Undang-Undang.

“Baca juga putusan-putusan MK yang pernah mengabulkan permohonan, supaya tahu bagaimana susunan kewenangan hingga petitumnya,” kata Arsul menutup sidang.


Sumber: jawapos