Bhima Yudhistira Kritik RAPBN 2026, Singgung Kualitas Belanja Negara di Era Purbaya

purbaya


Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, mengkritisi langkah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam melakukan perubahan besar pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.

Menurut Bhima, postur APBN memang perlu lebih ekspansif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang sempat tertekan akibat kebijakan disiplin fiskal ketat.

"Kenapa begitu? Karena memang selama ini masalahnya ada di sisi fiskal yang akhirnya menghambat ekonomi. Seperti efisiensi anggaran yang dilakukan sejak awal tahun 2025. Tapi pertanyaannya kalau dia mau ekspansif, pos belanja apa yang harus dilakukan ekspansi?” ujar Bhima melalui kanal YouTube, Senin, 22 September 2025.

Bhima menekankan pentingnya arah belanja negara agar tidak salah sasaran. Menurutnya, ekspansi akan tepat bila dialokasikan untuk infrastruktur dasar dan pelayanan publik, khususnya yang terkait dengan kebutuhan pangan. Namun, bila diperluas ke sektor yang kurang prioritas, justru bisa menimbulkan masalah.

“Contohnya transfer daerahnya naiknya hanya kecil tapi sebenarnya dibandingkan tahun 2025 kan turun. Tapi dia mengorbankan transfer daerah yang kenaikannya tidak terlalu tinggi. Salah satunya adalah mengorbankan misalnya belanja pendidikan, itu sebagian diambil untuk makan bergizi gratis,” jelasnya.

Selain itu, Bhima menyoroti lonjakan anggaran di sektor pertahanan dan keamanan. Menurutnya, Purbaya perlu berhati-hati memastikan alokasi belanja benar-benar berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.

“Yang kedua pos belanja yang langsung berdampak kepada daya beli masyarakat,” imbuh Bhima.

Meski memberi kritik, Bhima juga mengapresiasi sejumlah langkah Menkeu Purbaya. Salah satunya adalah sikap tegas menolak wacana tax amnesty sebagai cara menutup defisit anggaran.

“Kita juga harus apresiasi beberapa yang muncul dari Pak Purbaya. Satu, dia menolak tax amnesti, artinya menutup defisit APBN yang melebar tidak menggunakan jalur tax amnesti karena beresiko pada moral hazard,” tegasnya.

Bhima juga menilai positif rencana pemerintah yang mulai mengganti subsidi listrik dengan energi terbarukan, seperti panel surya.

“Ini hal yang harus diapresiasi karena memang ongkos produksi listrik di Indonesia naik turun karena masih bergantung dengan batu bara. Pak Purbaya ini sejalan dengan dukungan dari publik untuk bisa mendapatkan energi yang lebih bersih tapi juga ongkos produksi ke depan dari listrik bisa jadi lebih aman,” paparnya.

Bhima mengingatkan agar langkah ekspansif ini tetap diawasi secara ketat, sehingga pelebaran defisit benar-benar mampu mendukung konsumsi, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan kualitas belanja negara.

Sebagai catatan, pemerintah saat ini merombak postur RAPBN 2026 yang sebelumnya disusun di era Sri Mulyani Indrawati. Purbaya menetapkan anggaran belanja lebih besar, sehingga defisit melebar dari 2,48% menjadi 2,68% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

sumber: rmol