Qodari Sebut Skandal BTS Era Jokowi Pengkhianatan Besar, Puji Komitmen Digitalisasi Prabowo


 Jakarta – Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Muhammad Qodari menilai proyek pembangunan base transceiver station (BTS) di masa Presiden Joko Widodo meninggalkan luka besar. Ia menyebut kasus yang menjerat program strategis tersebut sebagai bentuk “pengkhianatan besar” terhadap bangsa.

Qodari mengingatkan kembali pentingnya konektivitas sebagai pondasi utama menuju era digital. Menurutnya, ide tol langit yang pernah diluncurkan Jokowi merupakan langkah strategis untuk mempercepat pemerataan infrastruktur digital di seluruh nusantara.

“Waktu pandemi 2020, sekolah ditutup. Pendidikan hanya bisa berjalan lewat digital, perdagangan juga pindah ke digital karena pasar fisik ditutup. Tapi semua itu butuh sinyal, butuh konektivitas. Kalau sinyal tidak ada, bagaimana rakyat mau sekolah atau berdagang?” kata Qodari saat membuka acara DGVERS di Senayan, Jakarta, Sabtu (20/9/2025).

Menurut Qodari, proyek percepatan internet lewat pembangunan BTS justru melahirkan kekecewaan. Alih-alih menjadi solusi, banyak tower BTS dibangun tanpa sinyal, bahkan ada yang tak pernah berdiri sama sekali.

“Itulah pengkhianatan besar terhadap bangsa. Kita berharap percepatan digital, tapi malah muncul tower-tower tanpa fungsi, atau bahkan tidak ada towernya sama sekali,” tegasnya.

Beranjak dari pengalaman itu, Qodari menegaskan Presiden Prabowo Subianto kini menunjukkan kepedulian penuh terhadap transformasi digital Indonesia. Ia menilai Prabowo memahami bahwa penguatan digitalisasi bukan sekadar infrastruktur, melainkan kebutuhan vital untuk pendidikan dan ekonomi rakyat.

“Saya bisa katakan dengan jelas, Presiden Prabowo sangat peduli terhadap perkembangan digital Indonesia,” ujarnya.

Salah satu bukti komitmen itu, lanjut Qodari, adalah rencana penyediaan smart TV untuk 330 ribu sekolah di seluruh Indonesia. “Bayangkan, ini presiden pertama yang mau pasang smartboard dan smart TV di ratusan ribu sekolah,” katanya.

Berdasarkan catatan Qodari, jumlah sekolah di Indonesia mencapai sekitar 450 ribu unit. Artinya, pada tahun pertama pemerintahannya, Prabowo menargetkan 73 persen sekolah sudah memiliki akses digital.

Kasus BTS menjadi pelajaran mahal soal lemahnya pengawasan proyek digital strategis di masa lalu. Kini, publik menaruh harapan pada pemerintahan baru untuk memastikan program digitalisasi benar-benar menyentuh kebutuhan rakyat, bukan sekadar proyek tanpa manfaat.

sumber: inilah.com