Pidato Prabowo di PBB Dinilai Hanya Gema Kosong, Din Syamsuddin Ungkap Alasannya

Din Syamsuddin (IST)
Foto: Din Syamsuddin (IST)


Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah sekaligus eks Ketua MUI Pusat, Prof. M. Din Syamsuddin, memberikan pandangan kritis terkait pidato Presiden RI Prabowo Subianto di Sidang Umum PBB. Menurutnya, seruan Prabowo untuk menghidupkan kembali konsep Solusi Dua Negara bagi Palestina–Israel memang ideal di atas kertas, namun hampir mustahil diwujudkan tanpa perubahan nyata di lapangan.

Din menekankan, gagasan dua negara yang sejak lama didukung Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) termasuk Indonesia, sebenarnya merupakan jalan damai terbaik untuk mengakhiri konflik berkepanjangan. Hanya saja, Israel dinilai tidak pernah memenuhi syarat utama, seperti mundur dari wilayah yang direbut sejak Perang 1967, menghentikan pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat, dan menempatkan Yerusalem sebagai kota suci yang netral.

“Pembangunan pemukiman Yahudi di Tepi Barat semakin menjadi-jadi. Bahkan secara sepihak Israel dengan dukungan Amerika Serikat menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota,” ujar Din dalam keterangan tertulis, Rabu (24/9/2025).

Guru Besar Politik Islam Global FISIP UIN Jakarta itu menambahkan, seruan Presiden Prabowo untuk menghidupkan Solusi Dua Negara ibarat suara yang keras, namun bisa hilang begitu saja karena situasi di lapangan sudah tidak kondusif. Menurutnya, agresi Israel di Gaza, kekerasan terhadap rakyat Palestina, hingga penodaan Masjid Al-Aqsha, telah merusak landasan Solusi Dua Negara.

“Seruan Presiden Prabowo di PBB untuk revivalisasi Solusi Dua Negara nyaris bak teriakan di tengah samudera, keras tapi hilang ditelan deburan ombak,” tegas Din.

Ia menilai, hal paling mendesak saat ini adalah penghentian genosida di Gaza serta berakhirnya pendudukan Israel atas tanah Palestina. Tanpa itu, skema dua negara hanya akan menjadi wacana kosong yang sulit diterima Israel.

Sebagai bangsa yang konsisten menjunjung perdamaian dan keadilan, Din mendesak Indonesia agar lebih berani menekan Israel untuk mundur dari wilayah pendudukan, menghentikan aksi kekerasan, dan meningkatkan bantuan kemanusiaan bagi warga Gaza yang tengah menderita kelaparan.

“Jika jalan damai tidak digubris Israel, maka jalan militer lewat Peace Keeping Force atau War Preventing Force bisa menjadi pilihan. Pertanyaannya, beranikah Indonesia mempelopori opsi ini? Itu sangat tergantung pada nyali dan kekuatan hati kepala negaranya,” pungkas Din, yang kini juga memimpin Komite Pengarah Aliansi Rakyat Indonesia Bela Palestina (ARI-BP).


Sumber: suaranasional