Sejarah Kelam Jam Gadang: 187 Warga Sipil Dihabisi Pasukan Ahmad Yani
“Tragedi di Bawah Jam Gadang, Pasukan A. Yani Bunuh 187 Orang.” Begitu judul yang pernah dimuat harian Singgalang pada 20 Januari 2000. Tulisan itu mengingatkan kembali sebuah peristiwa kelam di Bukittinggi, Sumatera Barat, tahun 1958.
Ikon kota itu, Jam Gadang, yang kini dikenal sebagai landmark wisata bersejarah, pernah menjadi saksi bisu pembantaian ratusan warga sipil oleh Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) dalam operasi menumpas Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).
Awal Mula Lahirnya PRRI
PRRI bukan muncul tanpa sebab. Gerakan ini lahir di Sumatera sebagai bentuk ketidakpuasan daerah terhadap kebijakan pemerintah pusat di bawah Presiden Sukarno.
Mengutip Kompas.com, PRRI dideklarasikan pada 15 Februari 1958 oleh Letkol Ahmad Husein. Tuntutan mereka antara lain:
-
Pembubaran Kabinet Djuanda.
-
Pembentukan pemerintahan sementara oleh Mohammad Hatta dan Sultan Hamengkubuwono IX.
-
Mengembalikan Sukarno ke posisi konstitusionalnya.
Selain itu, PRRI juga menyoroti masalah ketidakadilan dalam pembagian dana pembangunan pusat-daerah, serta melawan pengaruh komunis yang kian kuat pada dekade 1950-an.
Sejumlah tokoh besar ikut mendukung PRRI, seperti Sjafruddin Prawiranegara, Assaat Dt. Mudo, Maluddin Simbolon, hingga ekonom Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo.
Respons Pemerintah Pusat: Operasi Militer
Gerakan PRRI dianggap kontrarevolusioner oleh Sukarno. Pemerintah pun memilih jalur militer. Operasi gabungan Angkatan Darat, Laut, dan Udara dilancarkan untuk menumpas gerakan ini.
Beberapa operasi besar antara lain:
-
Operasi Tegas (Riau, 12 Maret 1958) dipimpin Letkol Kaharuddin Nasution.
-
Operasi 17 Agustus (Sumatra Barat, mulai 17 Agustus 1958) dipimpin Kolonel Ahmad Yani.
-
Operasi Merdeka (Sulawesi, menumpas Permesta) dengan sejumlah sub-operasi Sapta Marga.
Pendekatan keras dilakukan. Ribuan orang ditangkap secara paksa karena diduga simpatisan PRRI. Panglima Besar A.H. Nasution bahkan diberi tugas khusus untuk membujuk tentara PRRI agar menyerah dan kembali ke pangkuan NKRI.
Pada akhir 1950-an, Sumatera Barat akhirnya sepenuhnya dikuasai APRI. Ribuan korban jiwa berjatuhan, baik dari pihak sipil maupun militer. Pemerintah kemudian memberikan amnesti melalui Keppres No. 322 Tahun 1961.
Tragedi Jam Gadang: 187 Nyawa Hilang
Dari serangkaian operasi militer itu, salah satu episode paling tragis adalah pembantaian di sekitar Jam Gadang, Bukittinggi.
Pertengahan 1958, ratusan pria sipil digiring ke pusat kota oleh pasukan APRI. Tanpa perlawanan, mereka diberondong peluru hingga tewas.
Catatan Kompas.com menyebutkan, ada 187 orang terbunuh, namun hanya 17 di antaranya yang benar-benar anggota PRRI. Sisanya adalah warga biasa: petani, pedagang, hingga pelajar, yang sama sekali tak terlibat pertempuran.
Jenazah para korban kemudian dijejerkan di sekitar Jam Gadang, sebagai bentuk teror psikologis untuk mematahkan semangat perlawanan rakyat Sumbar.
Jejak yang Tinggal Kenangan
Pasca operasi militer, pemerintah pusat membangun “Tugu Pembebasan” di sejumlah daerah Sumatera Barat, termasuk di depan Jam Gadang. Namun, monumen itu dihancurkan pada era Gubernur Harun Zain (1967–1977).
Kini, Jam Gadang berdiri kokoh sebagai ikon wisata, tetapi di balik keindahannya tersimpan sejarah kelam: tragedi kemanusiaan yang merenggut nyawa 187 warga sipil, bagian dari konflik berdarah antara pemerintah pusat dan PRRI.
Sumber: Intisari