Ernest Prakasa Ngamuk Soal Pensiun DPR Seumur Hidup: “Jabatan 5 Tahun, Duitnya Warisan!
Aturan soal tunjangan pensiun seumur hidup anggota DPR kembali jadi sorotan publik, kali ini lewat sindiran tajam komika Ernest Prakasa.
Sebelumnya, aturan tersebut resmi digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh dua warga, yakni psikolog senior Lita Gading dan pengacara konstitusional Syamsul Jahidin, pada 30 September 2025.
Permohonan uji materiil itu terdaftar dengan nomor perkara 176/PUU-XXIII/2025 di laman resmi MK pada Rabu (1/10/2025).
Fokus Gugatan
Dalam permohonannya, pemohon meminta MK meninjau Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi Negara, serta Bekas Pimpinan dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara.
Poin yang diuji adalah Pasal 1 huruf A dan F, serta Pasal 12, yang menurut pemohon membuka peluang anggota DPR cukup menjabat lima tahun, tapi tetap menerima pensiun seumur hidup—bahkan bisa diwariskan.
Tak hanya itu, mereka juga menyoroti beban APBN sebesar Rp226 miliar untuk membiayai pensiun DPR.
Respons Ernest Prakasa
Lewat akun Instagram pribadinya @ernestprakasa, Ernest ikut mengunggah tangkapan layar berita gugatan tersebut.
Ia menuliskan kritik pedas terhadap aturan pensiun DPR.
“Sungguh tidak masuk akal ada jabatan 5 tahun yang uang pensiunnya seumur hidup bahkan bisa diwariskan. Lawan!” tulis Ernest.
Unggahan itu langsung ramai diserbu warganet. Hingga Kamis malam (2/10/2025), postingannya telah mendapat lebih dari 10.600 likes dan 300 komentar.
Siapa Penggugatnya?
Di balik gugatan nomor 176/PUU-XXIII/2025 ada dua nama besar: dr. Lita Linggayani Gading dan Syamsul Jahidin.
-
Lita Gading adalah psikolog klinis yang sudah lebih dari 20 tahun berkecimpung di dunia kesehatan mental. Ia dikenal vokal menyoroti isu sosial dan pernah bersuara terkait kasus Vina Cirebon hingga perseteruan hukum dengan Ahmad Dhani.
-
Syamsul Jahidin adalah pengacara konstitusional, managing partner di ANF Law Firm, serta kandidat doktor hukum. Ia aktif mengajar, menulis, hingga berbagi pandangan hukum di Instagram @syamsul_jahidin.
Keduanya menilai aturan pensiun DPR adalah bentuk ketidakadilan yang merugikan rakyat.
Aturan Pensiun DPR
Mengacu pada Surat Menkeu No. S-520/MK.02/2016 dan Surat Edaran Setjen DPR No. KU.00/9414/DPR RI/XII/2010, anggota DPR yang hanya menjabat satu periode tetap berhak menerima 60% gaji pokok seumur hidup, plus tunjangan hari tua Rp15 juta sekali bayar.
Sejak 1980, total ada sekitar 5.175 penerima dengan beban APBN hingga Rp226 miliar.
“Rakyat harus bekerja puluhan tahun untuk dapat pensiun, tapi dewan cukup lima tahun sudah dijamin seumur hidup. Ini jelas tidak adil,” tegas Lita.
Syamsul menambahkan bahwa status DPR sebagai lembaga tinggi negara tidak bisa dijadikan alasan untuk hak istimewa, karena bertentangan dengan asas keadilan sosial UUD 1945.
Tanggapan Puan Maharani
Ketua DPR RI Puan Maharani turut menanggapi gugatan tersebut. Menurutnya, aspirasi publik sah-sah saja, tetapi tetap harus merujuk aturan yang berlaku.
“Kita hargai aspirasi, tapi semuanya ada aturannya. Kita lihat dulu regulasinya,” ujar Puan di Kompleks Parlemen, Kamis (2/10/2025).
Ia menekankan bahwa ketentuan pensiun bukan hanya berlaku di DPR, melainkan juga pada lembaga tinggi negara lain.
Berdasarkan UU No. 12 Tahun 1980 dan PP No. 75 Tahun 2000, besaran pensiun anggota DPR ditentukan dari lama masa jabatan:
-
Dua periode: maksimal Rp3,6 juta per bulan
-
Satu periode: maksimal Rp2,9 juta per bulan
-
Hanya 1–6 bulan: sekitar Rp401 ribu per bulan
Penutup
Meski nominalnya terbilang tidak besar, polemik muncul karena sistem pensiun DPR berlaku seumur hidup, bahkan bisa diwariskan.
Kini publik menunggu langkah MK dalam memutuskan gugatan dua warga tersebut, di tengah semakin kerasnya kritik masyarakat terhadap keistimewaan wakil rakyat.